Muka Widi ditekuk. Wajahnya cemberut. Sarapan pagi
yang sedari tadi dihadapinya tidak disentuhnya. Ia tidak peduli kalau nanti
ditinggalkan mobil Ayah. “Ayo cepat sarapan! Nanti kamu ditinggal Ayah. Itu
lihat, Ayah sedang memanaskan mobil. Sebentar lagi Ayah berangkat,” tegur
ibunya kepada Widi. Widi tak menanggapi. Ia hanya duduk diam. Mulutnya terkunci
rapat. Widi sedang kesal – kesalnya, sejak kedatangan neneknya, Widi seperti di
neraka. Langkah kaki Widi seolah dikekang.
Pagi – pagi di saat suara adzan Subuh belu lagi
terdengar, muka Widi sudah terkena cipratan air. Nenek Widibmemang paling suka
membangunkan Widi pagi – pagi sekali. Katanya, untuk melatih disiplin. Kalau
tidak mau bangun, pasti Nenek akan menciprati mukanya dengan air. Padahal,
tidur Widi saat itu sedang enak – enaknya. Jika sudah bangun, Nenek akan
menyuruhnya cepat – cepat mengambil air wudhu untuk salat Subuh. Lalu,
disuruhnya Widi belajar kemudian mandi, ganti baju, dan berangkat ke sekolah.
Nenek kini menjadi pengatur kehidupan Widi. Widi
sudah mulai bosan dengan keberadaan Nenek di rumahnya. Nenek telalu benyak
mengatur. Nenek selalu ingin tahu urusan Widi. Nenek juga sangat cerewet. “Lho,
kok belum dimakan sarapannya. Apa masakan Nenek tidak enak?” tegur Nenek yang
tiba – tiba sudah berdiri di dekat Widi, Widi terhenyak sejenak. “Apakah Widi
mau Nenek suapin? Ah Widi kan sudah besar sekarang. Widi harus belajar
mengerjakan sendiri semuanya. Apakah Nenek perlu menemani Widi sarapan?”. “Nih,
Nenek suapin. Sesekali kamu mencoba nasi goreng bikinan Nenek, kami pasti
ketagihan...”
Widi sudah tidak tahan. Widi segera menepinya
dengan cukup keras. Sendok dan nasi itu
tumpah kelantai dan berantakan. “Nenek cerewet! Widi kan sudah bilang,
Widi tidak mau sarapan. “Widi sudah bosan sama Nenek!, Widi senang kalau Nenek pergi dari sini..!”.
Sepulang sekolah, Widi mengedap-endap. Tiba-tiba...
“Widi sedang apa kamu, kenapa kamu mengendap - endap?”. E..e..e.. anu, Bu.”
Suara Widi terbata-bata. “Enggak kok Bu. Widi tadi melihat tikus di situ,” kata
Widi. “Widi ingin mengusirnya”. Kamu sekarang sudah pintar berbohong ya....?.
Widi Ibu kasih tau bahwa, tadi siang Nenek sudah pulang. Widi pun angsung
tersenyum. “Kenapa kamu tersenyum?” tanya Ibunya. Widi tersenyum karena besok
hari libur dan rencananya besok kan Widi dan teman-teman Widi pergi ke Taman
Safari.
Sudah sajak tadi ayam berkokok keras sekali dan
matahari pagi juga bersinar terang tapi, itu semua tidak bisa membangunkan
Widi. Widi masih terlelap dalam telurnya.”Widi! katanya mau pergi ke Taman
Safari...”. Taman Safari?!... Widi
melempar selimutnya dan melompat dari tempat tidurnya. Widi melihat jam
dinding. PUKUL TUJUH...!!! Aduh, aku terlambat...!!!. “Kok ibu tidak bangunin
Widi..?. Widi sangat tergesa-gesa, ia tida tau ap yang mau ia lakukan. “Begini
saja,” kata Ibu yang tiba-tiba punya ide melihat Widi kebingungan. “Sekarang
kamu telepon saja ke sekolah”.
“Bagaimana?” tanya ibu. “Widi sudah di tinggal
jauh, Bu..” jawab Widi lesu. Andai ada Nenek di sini..”. “Nenek?” guman Widi.
“Bukanka Nenek yang paling rajin membangunkanmu setiap paginya, coba kalu ada
Nenek pasti kamu akan berangkat bersama teman-temanmu” kata ibu. Widi pun
menyesal atas perbuatannya yang telah menyakiti perasaan Neneknya. “Aku akan
meminta maaf atas perbuatanku kepada Nenek” kata Widi yang berjanji.
Posting Komentar